Pendahuluan
Pada makalah ini saya ingin mengemukakan posisi
Peristiwa Situjuh Batur 15 Januari 1949 dalam perkembangan sejarah
Indonesia. Ini perlu dikemukakan karena selama ini Peristiwa Situjuh
sering dipahami sebagai bahagian dari Sejarah lokal Sumatera Barat. Hal
itu setidaknya terlihat dari semangat Peristiwa Situjuh yang dilakukan
setiap tahunnya.
Tetapi saya pribadi tidak terlalu berpretensi untuk mengusulkan bahwa
peristiwa itu menjadi bahagian dari sejarah nasional secara legal
formal, karena hal yang sangat penting adalah memberikan kesadaran akan
sejarah pada setiap orang, baik masyarakat maupun pemerintah. Satu hal
yang sangat penting menurut saya adalah melakukan pengkajian ulang
mengenai Peristiwa Situjuh Batur dan Limapuluh Kota umumnya . Kalau
memang kita ingin peristiwa-peristiwa sejarah di sekitar daerah ini
diperhatikan. Karena dengan menulis, orang akan membaca. Tulisan dan
penerbitanlah satu-satunya jalan untuk mengangkat peristiwa Situjuh ke
ruang publik.
Meletusnya PDRI
Peristiwa Situjuh Batur berkaitan
dengan agresi Belanda ke-2, peristiwa itu ditandai dengan dibomnya
Yogyakarta dan Bukittinggi oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.
Rentetan peristiwa itu adalah ditangkapnya Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden M. Hatta beserta pemimpin lainnya. Soekarno dan Hatta kemudian
dwitunggal itu pun diasingkan ke Bangka.
Peristiwa pemboman terhadap
Bukittingi dan daerah sekitarnya tentu menjadi pengalaman yang tragik,
romantik sekligus heroik bagi para pelaku dan masyarakat pada masanya.
Diketahui pada tangga 18 Desember 1948 pesawat tempur Belanda, meraung
di udara Bukittinggi , awalnya aksi pesawat itu dikira pesawat yang
membawa Presiden Soekarno yang singgah di Bukittingi untuk selanjutnya
pergi ke India.
Kiranya pada pukul 08.00 pagi tanggal 19 Desember
Belanda menyerang kota Bukittinggi, Pusat Pemerintahan Sumatera. Selain
itu beberapa tempat seperti Pariaman dari arah laut, Padang Panjang, dan
Payakumbuh juga diserang oleh Belanda dengan Mustangnya. Akibatanya
berbagai fasilitas pemerintahan dan masyarakat hancur. Serangan itu
diikuti oleh penyebaran pamplet oleh Belanda. Isinya yang penting antara
lain Presiden Soerkano dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditangkap oleh
Belanda. Selain itu Belanda mengajak semua pihak untuk bekerja sama
menghancurkan para “teroris-teroris”, tak lain adalah poara pejuang
Republik Indonesia[1].
Dibomnya Bukittinggi sebagai Pusat
Pemerintahan Sumatera menimbulkan inisisatif dari beberapa pimpinan yang
ada di Sumatera. Pertama inisiatif, Tengku M. Hasan CS. Segera setelah
pemboman ia mengadakan pertemuan bersama antara Tengku Muhamammad Hasan
(Komisariat Pemerintahan Pusat), Mr. M. Nasroen (Gubernur Sumatera
Tengah) dan Mr. Sjafruddin Prawira Negara (Menteri Kemakmuran ) yang
kebetulan sedang berada di Sumatera. Pertemuan itu diadakan di gedung
kediaman Wakil Presiden M. Hatta. Karean tidk tuntas, pertemuan juga
dilakukan di rumah Mr. Tengku Mohammad Hasan[2]. Ada dua hal yang
penting digariskan dalam dua pertemuan itu, yaitu ide untuk membentuk
Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dan segera menghimbau
rakyat untuk mengungsi. PDRI perlu didirikan untuk menjaga agar jangan
terjadi vakum kekuasaan [3].
Kedua insisiatif dari St. M. Rasjid,
yang kebetulan pada waktu pemboman yang dilakukan tentara Belanda
terhadap Bukittinggi sedang berada di Pariaman untuk menjenguk tiga buah
kapal barang yang datang dari Singapura. Ia dengan penuh bahaya
melewati Sicincin dan Padang Panjang menuju Bukittingi kira-kira pukul
11.00 wib pagi tanggal 19 Desember. Sementara itu tentara Belanda
didengar sudah diterjunkan di Singkarak. Sesampainya di Bukittinggi
Rasjid langsung mengadakan rapat dengan mengundang Dewan Pertahanan
Daerah (DPD) dan beberapa pejabat daerah untuk bersidang. Karena
kesibukan menyelamatakan keluarga untuk mengungsi maka banyak di antara
undangan yang tidak hadir. Pada tanggal 20 Desember Mr S.M. Rasjid
kembali mengundang kepala-kepala jawatan untuk mengadakan rapat, namun
rapat ini gagal karena Bukittinggi terus dibom oleh tentara Belanda.
Rapat itu baru terlaksana malam tanggal 20 Desember tersebut. Beberapa
instruksi yang penting dari Residen Rasjid yang dirumuskan malam itu
adalah: menyelamatkan barang-barang penting kepunyaan pemerintah,
mengamankan penduduk, mengusngi keluar kota, tidak boleh bekerjasama
dengan Belanda serta membumihanguskan kota sebelum ditinggalkan. Selain
itu, Rasjid selaku residen Sumatera Barat juga menghimbau seluruh
penduduk untuk memperlambat gerak musuh dengan menumbangkan pohon-pohon
ke jalan yang kemungkinan dilewati kenderaan patroli Belanda, merusak
jembatan dan sebagainya. Rapat terakir Residen Sumatera Barat adalah
pada jam 11.00 tanggal 21 Desember, rapat ini diadakan sebelum Rasjid
bersama keluarga meninggalkan Bukitttinggi menuju Payakumbuh.
Sampai
di Payakumbuh jam 01.00 malam, Rasjid pun berkumpul dengan jajaran sipil
dan militer untuk mensosialisasikan kebijakan Pemerintahan Sumatera
Barat atas terjadinya serangan Belanda sejak tanggal 19 Desember.
Ironisnya menurut Rasjid pertemuan itu diadakan di rumah dr. Anas, yang
oleh masyarakat Payakumbuh dianggap sebagai kakitangan Belanda. Tetapi
menurut Rasjid dr. Anas tidak membocorkan hasil pertemuan itu.[4]
Pada
tanggal 22 Desember 1948 beberapa pejabat Republik yang ada di Sumatera
sudah berkumpul di Halaban, saat itu pula tentara Belanda sudah
menguasai Bukittinggi. Segera pada tanggal tersebut PDRI disusun dan
kemudian diumumkan ke seluruh pelosok Nusantara bahkan ke mancanegara.
Struktur PDRI bisa dilihat sebagai berikut:
Mr. Sjafruddin Prawiranegara: Ketua PDRI/Menetri Pertahanan dan Penerangan/ Mewakili Menteri Luar Negeri.
Mr.
Tengku Mohammad Hassan : Wkil Ketua PDRI/Menteri Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan/mewakili menteri dalam Negeri dan Menetri Agama.
Mr. Lukman Hakim : Menteri Keuanga/ mewakili Menteri Kehakiman.
Ir. Mananti Sitompul : Menteri Pekerjaan Umum/mewakili Menteri Kesehatan
Ir. Indratjaja : Menetri Perhubungan/mewakili Menetri Kemakmuran
Mr.
Sutan Muhammad Rasjid : Menteri Perburuhan dan Sosial/mewakli
[5]Menteri Pembangunan dan pemuda serta mengurus soal-soal kemanan.
Dari
struktur dan personal yang menjabat itu perlu dipahami bahwa PDRI
bukanlah pemerintahan masyarakat Sumatera apalagi Sumatera Barat, karena
ia dijabat dari berbagai unsur. Dan tujuannya juga untuk melanjutkan
tugas pemerintahan pusat yang sedang vakum.
Hal yang penting dalam
konteks ini adalah bagimana kondisi perjuangan PDRI di sekitar Limapuluh
Kota dan korelasinya dalam keberadaan Republik Indonesia. Perlu
diketahui bahwa PDRI mobil, dan dua pusat pemerintahan yang agak
menonjol adalah di Kototinggi (Limapuluh Kota) dan Bidar Alam (Solok
Selatan). Dipilihnya Kototinggi sebagai salah satu pusat pemerintahan
Sumatera Barat dan PDRI tentu dengan alasan bahwa nagari Kototingi
dianggap aman dan srategis.Semenetara Bidar Alam strategis untuk
pertahanan dan tidak begitu jauh dari sumber kebutuhan pangan. Kedua
daerah ini berada di pinggiran dan lebih mudah untuk berhubungan keluar.
Pemerintah dan Masyarakat Lima Puluh Kota: Memperjuangkan Republik dari Nagari
Selain
Yogyakarta dan Bukittinggi beberapa kota kecil di Sumatera juga
diserang oleh Belanda, salatu satunya adalah Payakumbuh. Beberapa nagari
yang dekat dengan kota Payakumbuh diserang dari udara dengan poesawat
Catalina sehingga mengakibatkan hancurnya beberapa fasilitas dan
mengenai beberapa penduduk. Seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris
Kapupaten Limapuluh, Anwar ZA:
“tembakan dari pesawat udara yang
dilancarkan Belanda mengenai 2 (dua) buah bis yang bermuatan penuh:
sebuah bis terkena tembakan di Piladang (arah barat kota payakumbuh) dan
seluruh penumpangnya korban’ dan satu lagi du batang tabit juga
mengorbankan seluruh penumpang bis itu. Semua korban itu diangkat ke RSU
Payakumbuh dan dibaringkan di kamar jenazah. ....ada yang pontong
badannya, pecah kepalanya, putus kaki dan sebagainya.”[6]
Memperhatikan
perkembangan kondisi, pada tanggal 20 Desember Pemerintah Kabupaten
Limapuluh Kota yang berpusat di Payakumbuh langsung mengadakan
koordinasi dan membicarakan mengenai kemungkinan langkah-langkah yang
mesti diambil untuk menyelamatkan pemerintahan dan keselamatan
masyarakat. Dua hari setelah itu Pemerintah Darurat Republik Indonesia
terbentuk di Halaban. PDRI dan Belanda pun ibarat berkejaran dengan
maut. Tak lama setelah anggota petinggi PDRI melewati kota Payakumbuh,
maka belanda pun menguasai penuh kota tersebut.
Kondisi Pemerintahan
Lima Puluh Kota tercerai berai, kecuali dikabarkan bahwa Bupati Alifudin
Saldin masih berada dalam kota. Sebahagian pegawai terpencar ke
Payakumbuh Utara seperti Koto Tinggi dan sebahagian lagi terpencar ke
selatan seperti ke arah Situjuh dan sebagainya. Akibat keterpencaran itu
maka sulit bagi Bupati untuk mengkoordinasikan Pemerintahan. Untuk
menyelamatkan pemerintahan Gubernur Militer Sumatera Barat di Kototinggi
mengangkat Arisun St Alamsyah sebagai Bupati Militer. Dalam
pemerintahan yang baru Arisun mencoba untuk mengorganisasi wilayah
kecamatan di Lima Puluh Kota. Namun belum berapa lama memerintah Arisun
gugur di Situjuh Batur.[7]
Berbeda dengan Bukittinggi, ketika
dilancarkan Agresi Militer kedua , Kabupaten Limapulupuh Kota menjadi
lebih sibuk. Karena daerah itu menjadi pusat administratif Sumatera
Barat dan basis bagi perjuangan PDRI. Sejak dijadikan Kototingggi
sebagai salah opusat aktivitas PDRI dan Pusat Pemerintahan Sumatera
Barat, tak kurang 700 orang pegawai dan pejabat Sumatra Barat
beraktivitas di sana. Konsumsi pegawai itu selama PDRI menjadi lebih
ringan karena adanya dukungan dari masyarakat dan di-back up oleh
kebijakan Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota. Pengakuan Rasjid:
“Bukan
hanya yang berwujud materi saja yang dikorbankan rakyat kecamatan
Gunung Mas. Bahkan jiwa pun ikut mereka korbankan dengan ikut pergi ke
front di sekitar payakumbuh untuk bertempur dengan Belanda. Tidak kuat
rasanya saya menuliskan bagimana menanggung beban utang budi dan
pengorbanan dari semua rakyat seluruh kecamatan itu. Sampai nyawa
bercerai dengan badan tak akan saya dapat melupakan kebaikan hati
mereka”[8]
Sebelum peristiwa Situjuh Batur 15 Januari 1949,
beberapa kebijakan untuk mendukung perjuangan sudah dikeluarkan oleh
Bupati Militer Arisun, namun tampaknya koordinasi terhadap pemerintahan
tampaknya kurang jelas.Sehingga intruksi yang dikeluarkan Bupati banyak
yang tidak dilakukan. Sementara maslah sosial dan ekonomi juga
berkembang sejalan dengan banyaknya para pengungsi dari daerah lain yang
datang ke nagari-nagari di Limapuluh Kota.
Beruntunnya serangan
Belanda sejak tanggal 19 Desember tampaknya membuat tidak berdaya
tentara, polisi dan barisan perjuangan. Semuanya sudah lari
menyelamatkan diri dan keluarga ke nagarai-nagari. Kelemahan itu
kelihatan saat terjadinya patroli bermotor Belanda ke Koto Tinggi
tanggal 10 Januari 1949. Artinya beberapa instruksi dari Gubenrnur
Militer dan Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota tidak terlaksana.
Perisyiwa
patroli bermotor ke Kototinggi tanggal 10 Januari mendapat perhatian
serius dari Gubernur Militer, S.M. Rasjid. Malam setelah patroli Bea
mundur ke Payakumbuh, Rasjid mengundang seluruh elit perjuangan di
Kototinggi untuk rapat. Selain rasjid, beberapa orang yang ikut rapat
malam itu antara lain, Komandan teritorum Sumatera Barat, Letkol. Dahlan
Ibrahim, Mayor a
Thalib, Ketua MPRD, Chatib Sulaiman, Djuir Muhammad dan Anwar St Saidi.
Rapat itu telah memutuskan untuk membentuk koordinasi yang lebihbaik
baik antara tentara, BPNK dan wali perang, perusakan jalan dan
mengadakan pertemuan yang lebih luas di Situjuh Batur untuk mengadakan
kordinasi . Hal yang juga penting dan diagendakan adalah memecahkan
maslaah pasukan batalyon singa harau yang pindah ke Payakumbuh.[9]
Peristiwa
patroli Belanda tanggal 10 januari ke Koto Tinggi juga menjadi catatan
penting bagi pemerintah Limapuluh Kota. Untuk itu, beberapa strategi
yang diinstruksikan oleh Pemerintah Limapuluh Kota sebelum perisitiwa
Situjuh Batur pun dikeluarkan. Intruksi itu antara lain, rumah-rumah
yang berada di pinggir jalan jangan dikunci pada siang hari, sebab musuh
biasanya lewat pada siang hari, karena itu sebaiknya ada anggota
keluarga yang tinggal untuk memata-matai musuh. Kemudian diharapkan di
setiap 500 meter pada jalan-jalan besar diharuskan merebahkan pohon ke
jalan untuk merintangi musuh. Kemudian diharuskan membunyikan tontong
bila diketahui ada musuh yang masuk nagari. Setiap Badan Pengawal Nagari
dan Kota (BPNK) hendaklah meningkatkan aktivitasnya siang dan malam.
Instruksi lain adalah meruntuhkan beberapa jembatan penting di sekitar
kota, sehingga Belanda tidak bisa patroli ke luar kota.[10]
Tragedi dan Problematika Perjuangan
Peristiwa
Situjuh Batur sudah terjadi 58 tahun yang lalu. Peristiwa itu pasti
meninggalkan kesan yang dalam bagi para pelakunya dan masyarakat yang
menyaksikannya. Mungkin di sana ada duka, romantisme sejarah, heroik dan
sebagainya. Kadang kala pembicaraan peristiwa Situjuh hampir identik
pula dengan pengkhianatan Kamaluddin Tambiluak, seorang Letnan II yang
pernah diutus dalam penyelundupan hasil bumi ke Singapura oleh Divisi
Banteng.Namun secara lebih jernih dan luas peristiwa Situjuh mesti
ditempatkan di atas krisis yang lebih luas, baik di tingkat pemerintahan
PDRI maupun di Lima Puluh Kota. Tidakkah beberapa faktor sebelum
peristiwa Situjuh Batur membuka peluang untuk terjadinya tragedi?
Dari
arsip-arsip Limapuluh Kota sebelum peristiwa Situjuh Batur, tidak
banyak koordinasi yang berarti untuk perjuangan di daerah ini. Terakhir
sekali Bupati Arisun hanya memberikan pembagian tugas sebagai ganti dari
Susunan Organisasi pemerintahan, seperti bidang Politik, Pertempuran,
Keamanan, Propaganda Siasat dan persenjataan. Susunan ini tentu lemah
dan tidak effektif untuk perjuangan.[11]
Sementara dalam bidang
militer terjadi perselisihan dan salah paham di antara kelompok militer.
Kembalinya 2 pasukan Singa harau dari Sawahlunto masuk dalam agenda
rapat yang akn dibicarakan di Lurah Kincir, sehingga dua pasukan itu
tidak diikutkan dalam mengawal rapat. Pengawalan rapat lebih
mengandalkan perusakan jalan. Pada hal rapat yang sangat penting itu
dihadiri oleh oKetua MPRD Sumatera Barat.
Di kalangan tentara terjadi
gap-gap yang bermuara pada konflik. Ada diantara tentara yang saling
bunuh. Sebelum rapat besar di Situjuh Batur, sudah terjadi pertengkaran
mengenai tempat rapat antara Syofyan Ibrahim (Kepala Intelijen Divisi IX
Sumbar dengan Kamaluddin tambiluak anggota perlemngkapan Divisi IX.).
Gejala-gejala seperti itu merupakan sinyal tidak kuatnya pertahanan dan
keamanan.
Rencana rapat besar di Situjuh Batur sudah tersiar dari
mulut ke mulut, baik antara masyarakat maupun antara para pejuang. Isu
rapat itu tentu mudah diketahui oleh Belanda yang pendidikan
intelijennya jauh lebih baik dari tentara Republik. Rapat itu seperti
disambut dengan begitu semangat, initerlihat dari aktivitas masyarakat
meruntuhkan jembatan, menumbangkan pohon dan sebagainya. Aktivitas
seperti ini mudah diketahui Belanda, apa lagi sehari sebelum rapat
pesawat capung Belanda sudah melintas-lintas di angkasa Situjuh. Ini
tentu bahagian dari tanda-tanda yang kurang kondusif. Tetapi rapat terus
dilangsungkan, dan diserang oleh Belanda.
Peristiwa Situjuh pada
suatu sisi memang merenggut puluhan nyawa, dan melukai banyak orang.
Namun Peristiwa Situjuh Batur telah menjadi titik tolak untuk melakukan
perjuangan di basis PDRI. Konsolidasi tentara dan pemerintahan dilakukan
setelah itu. Tentara yang sebelumnya tidak terkoordinasi kini dipimpin
dalam satu Komando Pertempuran Limapuluh Kota, di bawah pimpinan Kaptem
M. Syafei.[12] Di bawah koordinator Syafei, Payakumbuh yang dikuasai
Belanda diserang pada tangal 3 Januari secara serentak. Serangan itu
telah memberikan rasa gembira, meningkatkan kepercayaan di hati rakyat
kepada pemerintah dan tentara. Peristiwa penyerangan yang menghancurkan
beberap pos Belanda itu cukup memberikan keyakinan bahwa Republik
Indonesia masih ada, karena itu kerjasama antara masyarakat dan pemimpin
pun dirasakan.
Penutup
Tiap tahun peringatan Peristiwa
Situjuh terus dilakukan, tiap peringatna itu ada saja cerita baru
mengenai peristiwa, baik yang dituliskan di media massa maupun dalam
kelisanan. Tentu, Kabupaten Limapuluh Kota sebagai salah satu basis
Republik, khusunya PDRI menyimpan banyak memori. Tetapi sayang pelaku
sebagai penyimpan memori itu satu per satu meninggalkan kita. Sayang
jika tidak ada rekaman jejak sejarah, atau tepatnya penulisan sejarah
yang agak baik mengenai berbagai peristiwa itu. Karena itu penulisan
sejarah yang masih belum digali itu akan menjadi penting dan mendesak
untuk mengungkapkan sejarah yang utuh. Hanya dengan itu setiap peristiwa
bisa diwariskan. Juga akan ironis, bila sejarah hanya dituliskan dengan
orientasi “hero” dan sebagai legitimasi dan politis. Jika tidak ada
bacaan sejarah yang ditinggalkan maka sejarah iotu akan bisu pada
generasi berikutnya.***
*Makalah disampaikan dalam acara 58
tahun Peringatan Peristiwa Situjuh yang diselenggarakan di Kecamatan
Situjuh Limo Nagari, Kabupaten Limopuluh Kota.**Drs. Wannofri Samry,
M.Hum. magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, dosen Jurusan
Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas dan Ketua Pusat Studi
Informasi, Dokumentasi dan Kesejarahan (PUSINDOK) Unand Padan
[1]
Marah Joenoes, Mr. H. Sutan Muhammad Rasjid, Perintis Kemrdekaan,
Pejuang Tangguh, Berani dan Jujur. PT Mutiara Sumber Widya, 2003. hal.
101-102
[2] St. Mohammad rasjid, Di Sekitar PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1982. hal. 11
[3]
Ide pembentuk PDRI pertama sekali muncul dari Mr. Sjafruddin Prawira
Negara di rumah Tengku Mohammad Hassan, yang dikemukakan kepada Mr. Tngk
Mohammad Hasan, Kolonel Hidayat (Panglima Tentara teritorium Sumatera)
dan M. M. Nasroen (Gubernur Sumatera Tengah). Lebih jelas lihat Rasjid,
ibid. hal.11-13, Wannofri Samry, Pedesaan dalam Revolusi: Pengungsian,
Partisipasi, dan Mobilisasi rakyat Sumatera Barat. Padang: Pusat
Penelitian Universitas Andalas/OPF, 1984/1985. hal. 13
[4] Menurut
rekaman arsip Belanda Dr. Anas pernah mendapatkan training masalah
kesehatan di Belanda. Lihat Audrey Kahin, Strugle for Indpendence: West
Sumatra in The Indonesiaan national revolution 1945-1950. A thesis for
the Degree of Doctor of Philosophy at Faculty of The Graduate School of
Cornell University, may 1970. p. 296.
[5] Keterangan lebih jauh
[6]
Anwar ZA, “Keadaan pemerintahan PDRI: Hubungan Administratif dan Rakyat
Sivil di Tuingkat Kabupaten (Kasus L Kota).. Makalah disampaikandalam
Seminar nasional Sejarah PDRI 1948-1949 Padang, 22-24 Desember 1993.
hal.2-3.
[7] Anwar ZA, Ibid.
[8] Ibid. hal. 116
[9] Azwar Dt. Mangiang, Menyingkap Tabir yang Mwenyelimuti Peristiwa Situjuh batur 15 Januari 1949. hal. 9-10.
[10]
Beberpa instruksi dikeluarkan seminggu sebelum terjadi peristiwa
Situjuh Batur. Lihat umpamnay” instruksi Bupati Militer Limapuluh Kota
no2 dan nomor tiga tanggal 12 Januari 1949”. Arsip.
[11] Arsip Rapat Kabupaten Limapuluh Kota tanggal 11 Januari 1949.
[12]
Nama-nama komando pertempuran itu yaitu; Sektor Pertempuran Naga
Jantan, Garuda mas, Merapi, dan Singa Harau. Azwar Dt. Mangiang,
Peristiwa Situjuh… hal. 47.
Labels: working paper
Name: Wan Samry
Location : Padang, West Sumatra, Indonesia
Lahir : di Limapuluh Kota Sumatera Barat 28 Nopember 1967.
Kini aktif mengajar di Jurusan Sejarah Fak.Sastra Universitas Andalas Padang. Tamatan S2 Universitas Indonesia Jakarta.
Karya
berupa Puisi-puisi dan artikel, dipublikasikan di berbagai media massa
daerah dan ibu kota. Sebahagian lagi dipublikasikan dalam antologi
Rantak 8: Antologi Delapan Penyair Sumatera Barat (Padang, 1991),
Rumpun: Antologi Penyair Muda Sumatera Barat (Taman Budaya Padang,
1992), Antologi Penyair Sumatera Barat (Taman Budaya Padang, 1993),
Antologi Puisi Indonesia 1997 (Bandung: KSI-Angkasa, 1997).
Pernah
juga memenangkan Sayembara Penulisan Puisi Indonesia (harapan II dan
III) yang dilaksanakan Direktorat Kesenian RI tahun 1990 dan nominator
Sayembara Puisi anti Kekerasan KSI 2001.
Ketika
Zaman Berkisar (Forum Kajian Sastra Fakultas Sastra Universitas Andalas
Padang, 2000) merupakan buku puisi tunggalnya, edisi photo copy.
Sebagai
penulis dan peneliti, sebagian hasil riset dan tulisan sudah dibukukan.
Sekarang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Informasi,
Dokumentasi dan Kesejarahan (PUSINDOK) Universitas Andalas.
Sumber : http://samry.blogspot.com/
Senin, 18 Maret 2013
Posisi Peristiwa Situjuh Dalam Sejarah Indonesia
02.26
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar