Oleh: kiki
novalia
Prodi sejarah
Bp: 2012
“Jugun Ianfu” tidak semua orang pernah mendengar kata-kata itu, ya
memang. Kata-kata itu tidak populer ditelinga masyarakat awam. Karena kata-kata
tersebut berasal dari bahasa Jepang yang dibahasa Indonesianya disebut budak
seksual. Berbeda dengan istilah Comfort Woman, Jugun Ianfu yang ditujukan
kepada perempuan yang dipaksa melacur oleh Jepang selama Perang Dunia II
sedangkan Comfort Woman melacur karena keinginannya sendiri. Jugun Ianfu
pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1942, dan menjadi awal kesuraman, dan
catatan terburuk bagi korban-korban Ianfu
tersebut.
Kebanyakan dari korban Jugun Ianfu ini diculik dari rumahnya, tapi ada
juga beberapa yang di iming-imingi pekerjaan dengan gaji yang “wah”. Setelah
berhasil direkrut mereka ditempatkan diasrama yang yang berbilik-bilik yang
biasa disebut ‘‘Rumah Bordil’’. Disana mereka menempati kamar satu-persatu, dan
bagi para tentara Jepang yang ingin “memakai” perempuan yag ada dalam kamar
yang telah ditempati oleh para-para Jugun Ianfu, tentara tersebut harus membeli
tiket terlebih dahulu. Sampai di kamar yang telah dipilih dalam tiket, para
tentara Jepang tersebut tidak segan-segan menganiaya para Jugun Ianfu baik
dalam kekerasan seksual maupun dengan pukulan atau ancaman akan dibunuh jika
para ianfu tidak mau melayani nafsu tantara tersebut. Para Jugun Ianfu tersebut
harus melayani 4-15 orang tentara setiap hari tanpa mengenal waktu bahkan ada
yang 24 jam nonstop. Benar-benar mengerikan. Tujuan dibentuknya Jugun Infu ini
oleh militer Jepang supaya tentara yang bertempur dilini depan tata tertib dan
mental mereka tetap terjaga. Dalam
keadaan apapun para Jugun Ianfu tetap harus melayani nafsu para tentara Jepang.
Sungguh perbuatan yang keji dan mengoyak nurani.
Para Jugun Ianfu juga harus mengganti nama mereka dengan nama Jepang.
Mereka hanya dapat waktu libur ketika hari-hari menstruasi atau hari tes medis
tiap bulan. Hanya sedikit para Jugun Ianfu yang hamil karena Para Jugun Ianfu
diberi Puyer atau pil anti hamil (sekarang), jika ada yang hamil maka akan
diaborsi secara paksa tanpa memikirkan sakit dan ancaman kematian para Ianfu.
Ada juga sejumlah Jugun Ianfu yang tidak bekerja di Bordil Militer, beberapa
mereka ditawan dirumah seorang Jepang. Mereka dijemput dirumah dibawa ke rumah
orang jepang lalu diperkosa selama 3 hari tanpa berhenti dan dibiarkan
kelaparan.
Bagi penghuni asrama, yang sudah memiliki pelanggan tetap mungkin itu
sedikit angin segar. Karena pelanggan tetap jarang yang menyakiti, mereka juga
tidak mau memaksa. Kadang mereka hanya menghabiskan waktu untuk mengobrol
didalam kamar, bahkan ada yang membawakan pakaian, makanan yang bergizi, dan
sedikit uang. Tapi tidak semua para Jugun Ianfu memiliki pelanggan tetap karena
tidak semua berwajah “dipakai” mereka akan disuruh pulang ke kampung halaman.
Ada juga para Jugun Ianfu yang meninggal karena serangan penyakit akibat
penderitaan setiap hari. Tetapi mayat mereka dibuang keluar asrama dan diangkut
ke tempat sampah, mereka tidak dimakamkan selayaknya manusia. Tak ada
pengahargaan sedikitpun atas kemanusiaan.
JUGUN IANFU
DI INDONESIA
Masa
remaja adalah masa yang paling indah, penuh suka cita dan cinta. Rasanya tidak
ada satupun orang yang memimpikan masa mudanya yang indah dalam hidupnya
dirampas secara paksa sehingga menjadi trauma seumur hidup. Periode penjajahan
Jepang di Indonesia tahun 1942-1945, menjadi masa yang paling kelam dan brutal
bagi para perempuan dan remaja Indonesia
pada masa itu. Masa remaja para korban adalah tragedi kemanusiaan diantara
ratusan ribu, bahkan jutaan perempuan Asia dan Belanda yang mengalami
perbudakan seksual.
Di Indonesia, tempat didirikannya
asrama Jugun Ianfu yaitu di Telawang, Kalimantan Selatan. Disana lah tempat
remaja-remaja yang berusia 11-21 tahun di jadikan Jugun Ianfu. Korban Jugun
Ianfu umumnya direkrut dengan cara pengelabuan. Ada yang mendaftar ingin
menjadi pemain sandiwara, pelayan rumah makan, ada yang ingin jadi pembatu
rumah tangga. Mereka mendaftar didaerah mereka masing-masing lalu dijanjikan
bekerja yang layak di Borneo. Sesampainya di pelabuhan Borneo mereka diangkut
ke Telawang dan disuruh menempati asrama yang terlebih dahulu disediakan,
disana mereka baru tahu kalau kedatangan mereka ke Borneo telah keliru. Mereka
ditempatkan satu orang per-kamar dan dipaksa melayani nafsu tentara jepang yang
berperang dilini depan. Para tentara tersebut diharuskan membeli karcis diloket
depan pintu terlebih dahulu. Lalu mereka akan pergi ke nomor kamar yang tertera di karcis
tersebut. Karcis yang dibawa oleh tentara tersebut harus ditinggal didalam
kamar setelah selesai menuntaskan nafsunya. Maka karcis-karcis itulah yang
ditukarkan dengan uang oleh para Jugun Ianfu kelak, saat mereka sudah lagi
bekerja untuk pulang keJawa.
Para Jugun Ianfu juga dibekali 1,5 pak
rokok Kooa setiap bulan dan bir, karena orang jepang suka mabuk-mabukan. Mereka
sering bermabuk-mabukan sebelum meminta hubungan seksual. Diasrama para Jugun
Ianfu diberi makan dua kali sehari, mereka harus pandai-pandai membagi waktu
dan memanfaatkan situasi agar bisa makan. Kadangkala belum sempat makan tamu
sudah datang. Setiap hari para Jugun Ianfu diharuskan melayani tentara Jepang
dari 5-15 orang.
Awalnya rombongan pertama penghuni
asrama telawang berjumlah 35 orang, kemudian datang lagi rombongan kedua yang
berjumlah 17 orang dan masih banyak lagi rombongan setelah itu. Umumnya korban
dari Jugun Ianfu berasal dari Tanah jawa, dan kebanyakan dari Yogyakarta dan
Jawa Timur. Sebenarnya bukan cuma perempuan-perempuan Indonesia yang menjadi
korban melainkan banyak lagi negara yang menjadi korban seperti negara : Indonesia,
Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, Timor Leste, Filiphina, China,
dan Belanda.
MENCARI KEADILAN
Pada bulan April 1993 sejumlah anggota
Federasi Asosiasi Pengacara Jepang datang ke Indonesia menemui Menteri Sosial
Intan Suweno. Mereka mengatakan menyatakan akan membantu Jugun Ianfu Indonesia
untuk menuntut kompensasi kepada Pemerintah Jepang. Inten Suweno menanggapi dan
mengatakan bahwa Jugun Ianfu Indonesia harus dicari dengan melakukan pendataan.
Dalam bulan yang sama Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta melakukan pendataan
terhadap Jugun Ianfu. Selama enam bulan pertama lebih dari 300 Jugun Ianfu yang
berhasil didata lembaga Bantua Hukum Yogyakarta. Sampai saat ini tercatat 1.156
Jugun Ianfu yang telah didata. Ada dua tuntutan Jugun Ianfu yang utama.
Pertama,Pemerintah Jepang harus bertanggung jawab secara hukum yang bersifat
resmi kenegaraan terhadap kebijakannya dimasa lampau karena telah
menyelenggarakan sistem perbudakan seksual. Kedua, Pemerintah Jepang harus
memasukkan masalah Jugun Ianfu kedalam sejarah Jepang agar diketahui oleh masa
generasi muda.Pemerintah jepang memang telah menyatakan permintaan maaf, namun
baru dalam konteks moral bukan pertanggung jawaban hukum.
Banyak korban Jugun Iafu yang telah meninggal tetapi ada juga beberapa
yang masih hidup, umumnya mereka menderita kesehatan yang buruk akibat
kekerasan fisik, psikologis, dan seksual selama mereka menjadi Jugun Ianfu, Dan
juga mereka tak punya cukup uang untuk merawat kesehatan. Trauma akibat
perbudakan seks yang mereka jalani pada usia yang masih sangat muda, tertekan
secara sosial karena oleh masayrakat dianggap sebagai bekas pelacurdan manusia
kotor, tertekan karena rasa bersalah karena telah menjadi Jugun Ianfu, dan para
korban Jugun Ianfu dalam keadaan miskin karena ditolak bekerja ditengah-tengah
masyrakat dengan alasan bekas pelacur.
Bulan Desember tahun 2000 para korban Jugun Ianfu mengunjungi Jepang
guna bersaksi di Pengadilan Rakyat Perempuan Internasional untuk kasus
perbudakan seksual militer Jepang yang diselenggarakan oleh Violance Against
Women in War-Network Japan (VAWW-NET) dengan dukungan dari negara-negara korban
seperti Indonesia, Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, Timor Leste,
Filiphina, China, dan Belanda. Persidanga ini akan menguak fakta sistem
perbudakan seksual semasa pendudukan Jepang di Asia tahun 1931-1945.
Majelis hakim yang memimpin persidangan terdiri dari Gabrielle Kirk
McDonald dari Amerika Serikat sebagai hakim ketua, majelis ini beranggotakan
Carmen Maria Argibay dari Argentina ( Ketua Asosiasi Internasional Hakim
Perempuan), Willy Mutunga dari Kenya ( Ketua Hak Asasi Manusia di Kenya) dan
Crhistine Chinkin dari Inggris (Anggota Profesor Hukum dari Universitas
London). Sedangkan Jaksa penuntut umum diketuai oleh Ustina Dolgopol ahli
undang-undang internasional dan Patricia Viseur-Sellers yang pernah menjadi
penasehat hukum pada pengadilan internasional kejahatan perang di Rwanda dan
bekas negara Yugoslavia.
Pengadilan ini berlangsung selama enam hari, tiba giliran survivoe
Indonesia untuk bersaksi pada hari ketiga sidang berlangsung. Keempat survivor
Indonesia Mardiyem, Suharti, Suhannah, Ema Kastimah maju ke persidangan untuk
bersaksi. Dengan tenang para suvivor menjawab setiap pertnyaan yang diajukan
oleh pengacara yang diketuai oleh Nursyahbani Katjasungkana, Sh.(Koalisi
Perempuan Indonesia) dengan anggota antara lain Antarini Arna, SH,(Koalisi
Perempuan Indonesia), Asnifrianti Damanik, SH.(LBH Apik), Paulus Mahalete,
SH.(LBH Jakarta). Selain menghadirkan para korban untuk didengar kesaksiaanya,
pengadilan ini juga menghadirkan saksi ahli untuk membuktikan kalau perbudakan
seksual ini dilakukan secara sistematis dan terencana oleh kebijakan Kaisar
jepang. Dalam dakwaannya, tim penuntut umum Indonesia menyebutkan tokoh-tokoh
penting yang dianggap bersalah atas pendirian kam-perkosaan selama Jepang
menjajah Indonesia 1942-1945. Para terdakwa itu antara lain: Kaisar Hirohito,
Hideki Tojo, Rikichi Ando, Hata Shunroku, Seishiro Itagaki, Seizo Kobayshi,
Iwan, Matsui, Yoshimiro Umezu, Hisaichi Terauchi, Tomoyuki Yamashita, dan
Pemerintah Jepang.
Sidang ini penuh resiko, Indonesia juga menjadi target kemarahan para
demonstran dari kelompok sayap kanan, dalam orasinya mereka menyatakan bahwa
Jepang telah memberi kemerdekaan kepada Indonesia, kedatangan Jepang ke
Indonesia telah mengakhiri kolonialisasi Belanda yang berabad-abad. Indonesia
tidak tahu terima kasih kepada Jepang, malah ikut menyalahkan negara atas kasus
perbudakan seksual. Tentunya menyulut kemarahan pihak Indonesia yang dipimpin
olah Nursyahbani Katjasungkana, SH, Tim pembela hukum Indonesia usai sidang
menggelar konferensi pers dan menyangkal keras tuduhan tidak berdasar kelompok
demonstran yang secara terus menerus berorasi didepan Gedung Kudan Kaikan
menolak persidangan perempuan internasional ini.
Hari terakhir sidang digelar ditempat yang berbeda yaitu di Gedung
Nihon Seina-kan,Tokyo. Sidang ditutup dengan mengumumkan hasil rekomendasi dari
para hakim. Setelah mendengar semua kesaksia korban. Hakim ketua menyatakan
bahwa Kaisar Hirohito terbukti bersalah atas terjadinya perbudakan seksual di
Perang Asia Pasifik, dan harus meminya maaf kepada setiap setiap korban.
Catatan saya: telah kita lihat
bahwa perempuan merupakan sasaran empuk dalam setiap perang untuk melemahkan
pihak lawan. Kita sebagai generasi muda merasa berhutang kepada rahim-rahim
mereka para korban Jugun Ianfu yang telah dirusak semasa Perang Asia Pasifk.
Semoga tidak ada lagi kekerasan terhadap perempuan diseluruh dunia.
Referensi : Hindra. Eka, Kimurha. Koichi. 2007. Momoye Mereka Memanggilku. Jakarta. Erlangga.
Tulisan ini saya buat sebagai tugas ujian mid semester genap saya di
STKIP ABDI PENDIDIKAN PAYAKUMBUH atas
rekomendasi dari dosen : bapak Fikrul Hanif Sufyan, SS. M. Hum